Kamis, 31 Mei 2012

Aspek Hukum Dalam Pembiayaan Murabahah Bank Syariah

Murabahah atau Tauliyah adalah jual beli dengan harga yang setimpal dengan harga pertama dengan ditambah keuntungan. (Wahbah Zuhaili,Fiqh Muamalah Perbankan Syariah,PT BMI,1999).
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.(PSAK 59:Akuntansi Perbankan Syariah,paragraf 52). 
Syarat-syarat dalam murabahah :
  1. Mengetahui harga pertama (harga pembelian ). Mengetahui harga pertama adalah syarat sahnya transaksi murabahah.
  2. Mengetahui keuntungan. Keuntungan adalah bagian dari harga (tsaman), sedangkan  mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli.
  3. Modal hendaklah dari komoditi yang memiliki kesamaan dan sejenis.
  4. Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak dinisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama.
  5. Transaksi pertama haruslah sah.
  6. Beberapa hal yang berkaitan dengan jual beli murabahah :
  7. Menurut sebagian besar ulama Hanafiyah,jika cacat yang ada di atas kehendak manusia, maka ia diperbolehkan menjualnya dengan harga utuh tanpa menjelaskan bagian yang cacat.
  8. Zufar dan sebagian besar ulama mengatakan bahwa barang yang cacat tidak dijual secara murabahah sehingga menjelaskan cacat tersebut untuk mencegah adanya unsur khianat.
  9. Jika cacat tersebut hasil perbuatan si pembeli atau orang lain, maka tidak boleh dijual secara murabahah sehingga cacat tersebut dijelaskan. Ini adalah kesepakatan para ulama.
  10. Apabila membeli sesuatu secara angsur (nasi’ah), maka tidak boleh menjualnya secara murabahah sehingga menjelaskannya.
Hukum-hukum yang timbul jika terjadi penyelewengan
Jika terdapat penyelewengan pada sifat harga, seperti membeli sesuatu secara kredit lalu menjualnya secara murabahah dengan harga pertama tanpa menjelaskan bahwa ia membeli secara kredit, kemudian pembeli mengetahui, menurut ulama Hanafiyah, ia boleh memilih menerima atau manolak. Pendapat ini didasarkan pada amanah.
Jika penyelewengan terdapat pada jumlah harga, menurut Abu Hanifah pihak pembeli boleh memilih menerima atau menolak.
Berikut ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April 2000 (Himpunan Fatwa, edisi kedua, hal 25-29) :

Pertama : Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah
1.      Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.      Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5.    Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.
6.    Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.    Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8.   Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9.    Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : ketentuan murabahah kepada nasabah
1.   Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2.     Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3.    Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah harus menerima (membeli) nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karrena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4.  Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangi kesepakatan awal pemesanan.
5.      Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6.      Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7.      Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka :
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut ia tinggal membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga : jaminan dalam murabahah
1.      Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2.      Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat : Hutang dalam murabahah
1.  Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2.      Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima : Penundaan pembayaran dalam murabahah
1.      Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2.   Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam :Bangkrut dalam murabahah
            Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Berkenaan dengan uang muka, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa nomor 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang uang muka dalam murabahah tertanggal 16 September 2000 (Himpunan Fatwa, Edisi kedua, hal 86) sebagai berikut :
1.      Dalam akad pembiayaan murabahah, lembaga keuangan syariah dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak sepakat.
2.      Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3.  Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada lembaga keuangan syariah dari uang muka tersebut.
4.  Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, lembaga keuangan syariah dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5.   Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, lembaga keuangan syariah harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian setelah ada pemesanan dari nasabah.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran berbeda.
Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah :
a         Mempercepat pembayaran cicilan; atau
b        Melunasi piutang murabah sebelum jatuh tempo
Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapatkan potongan dari pemasok, maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan harus dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dibuktikan bahwa nasabah tidak  mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut berdasarkan pada pendekata ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
Pengakuan dan Pengukuran
Pada saat perolehan, aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar biaya perolehan.
Pengukuran aktiva murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut :
a.      Aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan mengikat :
a.       Dinilai sebesar biaya perolehan
b.      Jika terjadi penurunan nilai  aktiva karena usang, rusak, atau kondisi lainnya, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aktiva
b.      Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat terdapat indikasi kuat pembeli batal melakukan transaksi, maka aktiva murabahah
a.       Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah
b.      Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang biaya perolehan aktiva murabahah.
            Pada saat akad, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aktiva murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
            Keuntungan murabahah diakui :
a.      Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada periode laporan keuangan yang sama.
b.     Selama periode akad secara proporsional, apabila akad melampaui satu periode laporan keuangan.
Potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah satu metode berikut :
a     Jika potongan pelunasan diberikan pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah
b     Jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian, bank terlebih dulu menerima pelunasan piutang murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar potongan pelunasan kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah.
Denda dikenakan apabila nasabah lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai akad. Pada saat diterima, denda diakui sebagai dana sosial.
Pengakuan dan pengukuaran urbun (uang muka) adalah sebagai berikut
a.      Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima.
b.     Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah, maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang.
c. Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan bank.
Penyajian
Piutang murabahah disajikan pada akhir periode akuntansi
a.  Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
b.     Margin murabahah ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang murabahah.
Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain :
a.           Rincian piutang murabahah berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta dan kualitas piutang dan penyisihan penghapusan piutang murabahah.
b.      Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa (pihak terkait)
c.     Kebijakan dan metode akuntansi untuk penyisihan, penghapusan dan penanganan piutang murabahah yang bermasalah.
d.    Besarnya piutang murabahah baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian pembiayaan bank.
sumber : http://chinguonline.blogspot.com/2012/05/aspek-hukum-dalam-pembiayaan-murabahah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar