Murabahah atau Tauliyah adalah
jual beli dengan harga yang setimpal dengan harga pertama dengan ditambah
keuntungan. (Wahbah Zuhaili,Fiqh Muamalah
Perbankan Syariah,PT BMI,1999).
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual
dan pembeli.(PSAK 59:Akuntansi Perbankan
Syariah,paragraf 52).
Syarat-syarat dalam murabahah :
- Mengetahui harga pertama (harga pembelian ).
Mengetahui harga pertama adalah syarat sahnya transaksi murabahah.
- Mengetahui keuntungan. Keuntungan adalah bagian dari
harga (tsaman), sedangkan mengetahui harga adalah syarat sahnya
jual beli.
- Modal hendaklah dari komoditi yang memiliki kesamaan dan
sejenis.
- Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak
dinisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama.
- Transaksi pertama haruslah sah.
- Beberapa hal yang berkaitan dengan jual beli
murabahah :
- Menurut sebagian besar ulama Hanafiyah,jika cacat
yang ada di atas kehendak manusia, maka ia diperbolehkan menjualnya dengan
harga utuh tanpa menjelaskan bagian yang cacat.
- Zufar dan sebagian besar ulama mengatakan bahwa
barang yang cacat tidak dijual secara murabahah sehingga menjelaskan cacat
tersebut untuk mencegah adanya unsur khianat.
- Jika cacat tersebut hasil perbuatan si pembeli atau
orang lain, maka tidak boleh dijual secara murabahah sehingga cacat
tersebut dijelaskan. Ini adalah kesepakatan para ulama.
- Apabila membeli sesuatu secara angsur (nasi’ah), maka tidak boleh
menjualnya secara murabahah sehingga menjelaskannya.
Hukum-hukum yang timbul jika terjadi
penyelewengan
Jika
terdapat penyelewengan pada sifat harga, seperti membeli sesuatu secara kredit
lalu menjualnya secara murabahah dengan harga pertama tanpa menjelaskan bahwa
ia membeli secara kredit, kemudian pembeli mengetahui, menurut ulama Hanafiyah,
ia boleh memilih menerima atau manolak. Pendapat ini didasarkan pada amanah.
Jika
penyelewengan terdapat pada jumlah harga, menurut Abu Hanifah pihak pembeli
boleh memilih menerima atau menolak.
Berikut
ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1
April 2000 (Himpunan Fatwa, edisi kedua, hal 25-29) :
Pertama : Ketentuan umum murabahah
dalam bank syariah
1.
Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang
bebas riba.
2.
Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh
syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4.
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama
bank sendiri, pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan
ini harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut
biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati
tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan
akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : ketentuan murabahah kepada
nasabah
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian
suatu barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah
harus menerima (membeli) nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya,
karrena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak
harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah
untuk membayar uang muka saat menandatangi kesepakatan awal pemesanan.
5.
Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut
biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6.
Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus
ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada
nasabah.
7.
Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif
dari uang muka, maka :
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang
tersebut ia tinggal membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi
milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi
kekurangannya.
Ketiga : jaminan dalam murabahah
1.
Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius
dengan pesanannya.
2.
Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan
yang dapat dipegang.
Keempat : Hutang dalam murabahah
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam
transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali
barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk
menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2.
Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa
angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian,
nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak
boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
Kelima : Penundaan pembayaran dalam
murabahah
1.
Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan
menunda penyelesaian hutangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja,
atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam :Bangkrut dalam murabahah
Jika nasabah telah dinyatakan pailit
dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia
sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Berkenaan
dengan uang muka, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa nomor 13/DSN-MUI/IX/2000
tentang uang muka dalam murabahah tertanggal 16 September 2000 (Himpunan Fatwa,
Edisi kedua, hal 86) sebagai berikut :
1.
Dalam akad pembiayaan murabahah, lembaga keuangan
syariah dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak sepakat.
2.
Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan
kesepakatan.
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus
memberikan ganti rugi kepada lembaga keuangan syariah dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, lembaga
keuangan syariah dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian,
lembaga keuangan syariah harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa
pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian setelah
ada pemesanan dari nasabah.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau
tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah
pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva
murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan
mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka
penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan
mengurangi nilai akad.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau
cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam
harga barang untuk cara pembayaran berbeda.
Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah :
a
Mempercepat pembayaran cicilan; atau
b
Melunasi piutang murabah sebelum jatuh tempo
Harga
yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus
diberitahukan. Jika bank mendapatkan potongan dari pemasok, maka potongan itu merupakan
hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian
potongan harus dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
Bank
dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain
dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
Bank
dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad
apabila apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan
piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah
batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi kerugian sesuai
dengan kesepakatan. Jika uang muka lebih kecil dari kerugian bank maka bank
dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila
nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang
diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dibuktikan bahwa
nasabah tidak mampu melunasi. Denda
diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut
berdasarkan pada pendekata ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin
terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam
akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
Pengakuan dan Pengukuran
Pada
saat perolehan, aktiva yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dalam
murabahah diakui sebagai aktiva murabahah sebesar biaya perolehan.
Pengukuran
aktiva murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut :
a.
Aktiva tersedia untuk dijual dalam murabahah pesanan
mengikat :
a.
Dinilai sebesar biaya perolehan
b.
Jika terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, rusak, atau kondisi
lainnya, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai
aktiva
b.
Apabila dalam murabahah tanpa pesanan atau murabahah
pesanan tidak mengikat terdapat indikasi kuat pembeli batal melakukan transaksi,
maka aktiva murabahah
a.
Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih
yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah
b.
Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah
maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Potongan
pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang biaya perolehan aktiva
murabahah.
Pada saat akad, piutang murabahah
diakui sebesar biaya perolehan aktiva murabahah ditambah keuntungan yang
disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai
sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi
penyisihan kerugian piutang.
Keuntungan murabahah diakui :
a.
Pada periode terjadinya, apabila akad berakhir pada
periode laporan keuangan yang sama.
b.
Selama periode akad secara proporsional, apabila akad
melampaui satu periode laporan keuangan.
Potongan pelunasan dini diakui dengan menggunakan salah satu metode
berikut :
a Jika potongan pelunasan diberikan pada saat
penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah
b Jika potongan pelunasan diberikan setelah penyelesaian,
bank terlebih dulu menerima pelunasan piutang murabahah dari nasabah, kemudian
bank membayar potongan pelunasan kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan
murabahah.
Denda
dikenakan apabila nasabah lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai akad. Pada
saat diterima, denda diakui sebagai dana sosial.
Pengakuan
dan pengukuaran urbun (uang muka) adalah sebagai berikut
a.
Urbun diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah
yang diterima bank pada saat diterima.
b.
Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah, maka urbun
diakui sebagai pembayaran piutang.
c. Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka urbun
dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang
telah dikeluarkan bank.
Penyajian
Piutang murabahah disajikan pada akhir periode akuntansi
a. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang
dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan
kerugian piutang.
b.
Margin murabahah ditangguhkan disajikan sebagai pos
lawan piutang murabahah.
Pengungkapan
Hal-hal
yang harus diungkapkan antara lain :
a. Rincian piutang murabahah berdasarkan jumlah, jangka
waktu, jenis valuta dan kualitas piutang dan penyisihan penghapusan piutang
murabahah.
b. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa (pihak terkait)
c. Kebijakan dan metode akuntansi untuk penyisihan,
penghapusan dan penanganan piutang murabahah yang bermasalah.
d. Besarnya piutang murabahah baik yang dibiayai sendiri
oleh bank maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian
pembiayaan bank.
sumber : http://chinguonline.blogspot.com/2012/05/aspek-hukum-dalam-pembiayaan-murabahah.html