A. Pengertian
dan Eksistensi Saham
Sebelum
sampai pada pembahasan mengenai transaksi saham di pasar modal menurut hukum
Islam, terlebih dahulu perlu diketahui keberadaan saham dalam suatu perusahaan.
Cendekiawan muslim dewasa ini memandang eksistensi saham dalam suatu perusahaan
sebagai: (1). Sebagai surat berharga yang dipersamakan dengan mata uang, (2).
Sebagai aset kekayaan, atau (3). Sebagai modal. Atas dasar inilah perlu
dipahami terlebih dahulu kedudukan saham baik dari sudut konvensional maupun dari
sisi hukum ekonomi Islam.
Saham
dalam bahasa Indonesia berarti turut serta atau sero. Secara definitif,
saham ialah surat bukti bagi persero dalam perseroan terbatas. Prof. Dr.
Rachmat Soemitro, SH mendefinisikan saham sebagai suatu tanda ikut serta
dalam modal perseroan. Sedangkan menurut Kepres RI No. 60/1988 tentang Pasar
Modal, pasal 1 ayat 3: saham adalah surat berharga yang merupakan tanda
penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD
(Staatblad Tahun 1847 No.23).
Lebih jauh
dapat dipahami bahwa eksistensi saham dalam suatu perseroan merupakan keikut
sertaan pihak lain dalam kepemilikan perseroan yang digambarkan dalam bentuk
lembaran-lembaran saham. Kepemilikan dalam saham ini selanjutnya dapat
dialihkan pada pihak lain atau diperjual belikan . harga saham sangat
ditentukan oleh factor-faktor baik ekstern maupun intern perseroan. Intern
perseroan dipengaruhi oleh kondisi obyektif seperti prospek perseroan, sehat
tidaknya perseroan, dan factor lainnya. Sedangkan faktor ekstern dipengaruhi
oleh situasi politik, ekonomi dalam dan luar negeri, sosial, budaya , dan
sebagainya.
Di
pasar perdana harga saham ditentukan oleh perusahaan yang menerbitkan saham
(emiten), bagaimanapun harga saham yang ditawarkan melebihi harga nominal (harga
yang tertera dalam lembaran saham). kelebihan (keuntungan) ini disebut agio,
yang mengalir keperusahaan (emiten), dan keuntungan yang dibagikan kepada
investor disebut deviden.
Berbeda
halnya dengan di pasar skunder, harga saham tidak lagi ditentukan oleh emiten
tetapi investor, berarti keuntungannya pun tidak dinikmati oleh emiten tetapi
oleh investor. Untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi , harga saham di
pasar skunder diusahakan lebih lebih tinggi bahkan bisa berlipat ganda dari
pasar perdana. Keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan saham di pasar
skunder disebut capital gain. Untuk mendapatkan capital gain yang lebih
besar, para investor bersama pedagang perantara mulai mempermainkan harga yang
dapat mengarah kepada spekulasi dan manipulasi pasar.
Praktik
transaksi saham semacam ini apabila ditinjau dari segi Hukum Ekonomi Islam
terdapat perbedaan baik mengenai obyek jual belinya, proses penyelesaian
taransaksinya, sekaligus cara transaksi yang dilakukan. Maka bertitik tolak
dari sini ada masalah pokok yang perlu untuk dibahas:
Ø Bagaimanakah hukum jual beli saham
di pasar modal (bursa efek) menurut perspektif Hukum Islam ?
B. Persamaan
Perseroan Terbatas dengan Syirkah
Perseroan
terbatas sebagai perusahaan yang mengeluarkan saham memiliki beberapa kemiripan
dengan syirkah yang terdapat dalam konsep Islam. Islam memandang perseroan
(syirkah) sebagai akad didirikannya suatu kerja sama dalam bentuk perseroan
yang bertujuan mencari laba, hal ini sepadan dengan konsep perseroan secara
konvensional yang merupakan suatu badan hokum yang modalnya terdiri dari
perorangan atau perserikatan orang.
Dari
segi modal, perseroan dan syirkah sama-sama dibangun dari struktur modal yang
terdiri dari: (1). Dana yang didapat dari perorangan atau perserikatan dan
dapat melalui perantara. (pasar modal). (2). Tenaga kerja, dan (3). Manajemen.
Kepemilikan
modal dalam bentuk perserikatan dalam ekonomi moderen digambarkan melalui
lembaran-lembaran saham yang dapat dialihkan melalui: (1). Warisan, (2). Hibah,
(3). Jual beli, dan (4). Merger. Hal senada juga dikemukakan dalam Hukum
Ekonomi Islam tentang pengalihankepemilikan perseroan (syirkah) yaitu: (1).
Warisan, (2). Hibah, (3). Wasiat, (4). Wakaf, dan (5). Jual beli.
Hanya
saja Islam memiliki persyaratan yang ketat dalam mendirikan perseroan, yaitu
antara lain:
1.
Syarat pendirian:
a. adanya serikat orang-orang
b. ijab qabul (dalam konsep
perseroan modern dikenal dengan sebutan Akte Notaris)
2.
Syarat subyeknya:
a. baligh
b. jujur
c. cakap
d. tidak ada unsur paksaan
3.
Syarat barang modal yang diikutsertakan:
a. barang modal yang dapat dihargai
b. modal yang disertakan oleh
masing-masing perseroan dijadikan satu, yaitu menjadi harta perseroan dan tidak
dipersoalkan lagi darimana asal usulnya.
4.
Syarat produk perseroan:
a. dilarang memproduksi
barang-barang yang diharamkan oleh Islam
b. produk yang dibuat hendaknya
sesuia dengan tujuan syariat Islam yaitu kemaslahatan umat.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kedudukan saham
merupakan sebagai kepemilikan perseroan yang komposisinya berbeda-beda.saham
dalam suatu perseroan atau peserikatan memiliki fungsi yang sangat besar dan
strategis karena saham merupakan modal perseroan yang terus-menerus
dipergunakan bagi perkembangan dan kelangsungan maupun perluasan perusahaan.
Kepemilikan yang digambarkan dalam bentuk lembaran saham memiliki arti bahwa
pemegangnya punya andil kepemilikan dalam perseroan yang dapat dialihkan dala
bentuk jual beli, sehingga kepemilikan perseroan secara otomatis beralih kepada
pihak pembeli saham.
Berdasarkan pemikiran di atas, saham perseroan memiliki
kedudukan sebagai kepemilikan perusahaan. Dalam konsep Hukum Ekonomi Islam
kepemilikan perusahaan ini digambarkan dalam bentuk lembaran saham, kemudian
diaihkan kepada orang lain melalui transaksi jual beli. Dengan demikian
jelaslah bahwa saham bukanlah sebagai mata uang yang diperualbelikan, tetapi
saham sebagai penyertaan modal (kepemilikan) yang dapat dialihkan kepada orang
lain.
C. Hukum
Jual Beli Saham di Pasar Modal Menurut Hukum Ekonomi Islam
Menurut hemat penulis, jual beli saham di pasar modal dapat
dibenarkan oleh Islam karena sama halnya dengan jual beli barang lain. Harganya
juga sewaktu-waktu naik dan sewaktu-waktu turun. Pemegang saham sama seperti
orang menyipan emas (bukan untuk perhiasan) yang harganya ada kalanya naik dan
ada kalanya turun. Adapun untuk mengetahui hukum jual beli saham di pasar modal
menurut Islam akan diuraikan sebagai berikut:
1.
Transaksi Perdagangan Saham di Pasar Perdana
Pada
transaksi ini yang menjadi para pihak adalah emiten dan investor. Harga saham
yang ditetapkan oleh emiten dan penjamin emisi berdasarkan kepada seberapa
besar kekuatan pasar menyerap saham yang ditawarkan. Semakin besar kekuatan
pasar menyerap saham yang ditawarkan semakin banyak permintaan saham di pasar
perdana, maka harga saham akan semakin tinggi. Bagaimanapun harga saham yang
ditawarkan melebihi dari harga nominal yang tertera dalam lembaran saham.
Selisih antara harga nominal dengan harga jual inilah yang kemudian disebut
dengan agio.
Fakta
dilapangan menunjukkan bahwa semakin tinggi agio maka semakin tinggi pula
resiko yang ditanggung investor yang membelinya di pasar perdana. Namun disisi
lain, dengan agio yang tinggi investor sebagai pemilik aka menikmati laba di
kemudian hari .
Agio
yang diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli di pasar perdana bukanlah
termasuk riba, karena keuntungan yang diperoleh merupakan harga yang telah
disepakati. Kekuatan harga tersebut ditentukan oleh kekuatan pasar. Olehkarena
itu jika saham ditawarkan di pasar perdana maka saham dianggap sebagai barang
(sil’ah). Harganya tidak tergantung dengan apa yang tertera dalam lembaran,
tetapi sesuai dengan kesepakatan, sebab lembaran tersebut dianggap sebagai
barang.
Dengan
begitu, maka transaksi saham di pasar perdana boleh menurut Islam, sebab
penentuan harganya dilakukan berdasarkan prinsip suka sama suka (antaradhin).
Sedangkan agio saham itu sendiri dimanfaatkan untuk anggota perusahaan. Hal
inipun sesuai dengan tujuan Islam yaitu kemaslahatan, sebagaimana pemahaman asy-Syatibi
yang mendefinisikan maslahah secara luas, yaitu:
Apa
yang menopang tegaknya hidup dan sempurnanya kehidupan manusia, dan memenuhi
apa yang menjadi tuntutan kualitas-kualitas emosional dan intelektual dalam
pengertian yang luas.
Sedangkan
Wahbah az-Zuhaily mendefinisikan maslahah dengan
mengklasifikasikannya pada:
1.
Dilihat dari segi kekuatannya, yaitu:
a. ad- Daruriyat
b. al-Hajiyat
c. at-Tahsiniyat
2.
Dari segi pertimbangan agama:
a. Maslahah Mu’tabarah, yaitu yang
diakui oleh agama dan yang terdapat dalam setiap ketetapa hukum, baik berupa
perintah maupun larangan.
b. Maslahah Mulghah, yaitu maslahah
yang tidak diakui bahkan dibatalkan oleh agama.
c. Maslahah Mursalah, yaitu maslahah
yang tidak terdapat bukti tekstual yang mendukung atau menolaknya.
3.
Dari segi cakupannya yaitu:
a. al-Maslahah al-Ammah, yaitu
maslahah yang secara nyata untuk kepentingan kolektif bukan individual.
b. Al-Maslahah al-Khashshah, yaitu
maslahah yang menyangkut kepentingan individu maupun kelompok tertentu.
Berdasarkan uraian di atas, berarti agio saham merupakan
keuntungan perusahaan yang dipergunakan untuk kepentingan investor, dalam hal
ini dapat dikategorikan dalam maslahah ‘ammah., dimana agio ini
bertujuan untuk meningkatkan kekayaan serta proporsional melalui cara-cara yang
dihalalkan, bukan mendominasi kehidupan perekonomian denagn cara curang atau
menipu.
2.
Transaksi Saham di Pasar Skunder
perdagangan
saham di pasar skunder dilaksanakan di Bursa Efek dengan mempertemukan
penawaran jual dan permintaan beli. Aktivitas transaksi ini dilakukan oleh
investor melalui pedagang perantara yang bertugas sebagai penghubung antara
investor jual dengan investor beli. Harga tidak lagi ditentuikan oleh penjamin
emisi, tetapi berdasarkan teori penawaran dan permintaan . disamping itu juga
oleh prospek perusahaan yang menerbitkan saham (emiten). Oleh karena itu wajar
jika harga saham bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari pada harga di pasar
perdana.
Sangat
jelas bahwa pasar modal (bursa efek) sarat denagn unsure spekulatif namun
transaksi saham tidak sama dengan gambling (judi). Spekulasi yang terjadi di
bursa efek di dasarkan pada data dan fakta atau semua keterangan tentang
perudahaan, dan juga bergantung pada base fundamental dan teknikal. Investor di
sini juga dapat menentukan harga jual yang diinginkan, sedangkan gambling tidak
tidak ada keterangan dan informasi yang jelas, dan nilainya akan hilang apa
bila merugi. Transaksi saham tidak demikian halnya. Sepanjang perusahaan
tersebut masih punya nilai, kalau bangkrut maka perusahaan tersebut masih
memperoleh penjualan aktiva.
Di
samping unsure spekulasi, sebenarnya masih ada unsure-unsur lainnya yang
membuat transaksi saham di pasar modal menjadi pro-kontra hukumnya. Untuk itu
penulis kan memaparkan beberapa pendapat dari intelektual Islam.
3.
Beberapa Pendangan Tentang Jual Beli Saham Menurut Islam.
Berkenaan
dengan saham, ada beberapa pendapat para pakar ekonomi dan pembangunan,
pengamat ekonomi, fuqaha, pendapat fuqaha moderat antara lain:
1. Dr. H. Ali Akbar
beliau mengemukakan bahwa sesungguhnya saham itu ada unsur
judi, spekulasi, dan kehendak orang untuk cepat kaya. Dalam
perdagangan saham ini akhirnya hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu pihak
perusahaan. (Editor, 25 November 1989).
2. KH. Ali Yafie
beliau berpendapat bahwa bursa saham itu HARAM mengandung
spekulasi tinggi dan mirip dengan judi. (Panjimas, 1-10 Januari 1990).
3. H. Munawir Sadzali
beliau mengemukakan bahwa dalam bursa saham tidak terdapat
unsur judi. Unsur spekulasi yang ada dalam saham sama dengan spekulasi yang ada
dalam perdagangan lainnya.
4. Abdurrahman Isa
beliau mengemukakan bahwa jual beli saham itu hukumnya MUBAH
sekalipun saham-saham perusahaan perbankan, sebab umat Islam sekarang ini dalam
kondisi darurat.
5. Drs. Masjfuk Zuhdi
jual beli saham di bursa dibolehkan oleh Islam baik
transaksinya dilakukan di bursa valuta asing maupun di tempat lain, karena
transaksinya telah memenuhi syarat dan rukun jual beli menurut Islam, antara
lain yag terpenting adalah sebagai berikut:
a. Ada Ijab-Qabul yang ditandai
dengan cash dan carry.
b. Kedua belah pihak mempunyai
wewenagn penuh melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan sehat pikirannya).
c. Valuta asing dan saham memenuhi
syarat untuk menjadi obyek transaksi jual beli, yaitu:
- suci barangnya, bukan najis
- dapat dimanfaatkan
- dijual oleh pemiliknya/kuasa atas
izin pemilik
- barangnya dapat diserahterimakan
secara nyata
- dapat diketahui barangnya secara
nyata.
- Barangnya sudah berada di tangan
pemiliknya, jika barangnya diperoleh dengan imbalan.
Ada beberapa fuqaha kontemporer yang membolehkan jual beli
saham. Muhammad Syaltut dalam bukunya al Fatawa menyatakan bahwa
jual beli saham dalam Islam dibolehkan sebagai aqad mudharabah yang ikut
menanggung untung dan rugi (profit and loss sharing). Sementara itu, Yusuf
Qardawy menjelaskan bahwa menerbitkan saham, memiliki, dan memperjual
belikan serta melakukan kegiatan bisnis saham adalah halal dan tidak dilarang
oleh Islam selama perusahaan yang didukung oleh dana dari saham itu tidak
KH. Peunoh Dali (Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah
Pusat) berpendapat bahwa Bursa efek memiliki unsur positif dan negatif.
Negatifnya disana ada unsur spekulasi yang bisa disamakan dengan praktik ijon,
dan termasuk gharar. Positifnya, bursa saham merupakan upaya mobilisasi dana
masyarakat guna mendukung usaha-usaha besar yang pada dasarnya juga untuk
kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu beliau menghukumi makruh.
Sedangkan keputusan Mu’tamar NU 1989 menyatakan bahwa bursa efek termasuk dalam
kategari gharar, tetapi tidak secara tegas dinyatakan haram.
Ibnu
Qudamah dalam al Mughni Juz 5/173 terbitan Beirut mengatakan :
“Jika
salah seorang dari dua orang berserikat membeli porsi mitra serikatnya,
hukumnya boleh karena ia membeli milik pihak lain.”
Wahbah
Zuhaili dalam al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu Juz 3/1841, beliau berpendapat:
“Bermuamalah
dengan (melakukan kegiatan transaksi atas) saham hukumnya boleh, karena pemilik
saham adalah mitra dalam perseroan sesuai dengan saham yang dimilikinya.”
Pendapat
para ulama yang menyatakan kebolehan jual beli saham pada perusahaan-perusahaan
yang memiliki bisnis yang mubah juga dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdul
Ghafar al Syarif (al Syarif, Buhuts Fiqhiyyah Mu’ashirah , Beirut:
Dar Ibnu Hazm, 1999, Hlm78-79). Dr. Muhammad Yusuf Musa (al Islam wa
Muskilatuna al al hadhirah), Muhammad Rawas Qal’ahji, Umar bin Abdul
Aziz Matrak, dll
Sedangkan
keputusan Muktamar ke-7 Majma’ Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah berpendapat:
“Boleh
menjual atau menjaminkan saham dengan tetap memperhatikan peraturan yang
berlaku pada perseroan”.
E.
Simpulan
Berdasarkan
uraian di atas, penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa hukum jual beli
saham di pasar modal masih menjadi pro-kontra. Namun dari beberapa pendapat
ulama dapat ditegaskan bahwa kebanyakan fuqaha kontemporer menghukuminya
sebagai perbuatan yang mubah/boleh dan penulis lebih cenderung mengikuti
pendapat ini. Diantara mereka yang menghukumi mubah adalah: Yusuf
Qardawy, Muhammad Syaltut, Abdurrahman Isa, Dr. Muhammad Abdul Ghafar al
Syarif, Dr. Muhammad Yusuf Musa, Muhammad Rawas Qal’ahji, Umar bin Abdul Aziz
Matrak, dan sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN
Al Quran al
Kariem
Al Buuthy,
Muhammad Taufiq Ramadhani, (1998). Al Buyuu’ al Syaai’ah, Beirut: Daar al Fikr.
An Nabhani, Taqyuddin.
(1996). Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Surabaya:
Risalah Gusti.
Anoraga, Panji
dan Piji Pakarti, (2001), Pengantar Pasar Modal (edisi revisi). Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Antonio,
Muhammad Syafi’i (2001), Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta:
Gema Insani Press.
Chapra, M. Umer
(1995), Toward a Just Monetary System, UK: Islamic Foundation.
Darmadji,
Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. (2001). Pasar Modal di Indonesia,
Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat.
Hulwati. (200). Transaksi Saham
di Pasar Modal Indonesia Perspektif Hukum Ekonomi Islam, Yogyakarta: UII
Pers
Iggi H.
Achsien, (2000), Investasi Syariah di Pasar Modal, Menggagas Konsep dan
Praktek Manajemen Portfolio Syariah, Jakarta: Gramedia.
Karim, Adiwarman
A., (2001) Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema
Insani Press.
Mahmud, Hasan Zein. (1998). Catatan Kolom Hasan Zein;
Kumpulan Tulisan Kolom Hasan Zein Mahmud Tentang Pasar Modal, Bursa Efek
Jakrta, Transparansi, Kewajaran,dan Efisiensi. Jakarta: Go Global Book.
Manan, M. A. (1993), Understanding
Islamic Finance: A case study of the Securities Market in an Islamic Framework,
Research Paper No.18, Jeddah: Islamic Research and Training Institute of IDB.
Sharpe, William
F. Gordon J. Alexander dan Jeffrey V. Bailey. (1997) Investasi, (edisi
Bahasa Indonesia) Jilid I. Jakarta: Prehalindo.
Sitompul, Asril. (1996). Pasar
Modal, Penawaran Umum dan Permasalaha,Bandung: Citra Aditya Bakti
Sudarsono,
Heri. (2003). Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta:
Ekonisia.
Usman,
Marzuki.”Pasar Modal sebagai Piranti untuk Mengalokasikan Sumber Daya
Ekonomi secara Optimal” . Journal Keuangan dan Moneter. Vol. I. no. I, juli
1989.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995.
Tentang Pasar Modal
Wahbah Al
Zuhaily, (1989) Al fiqh al Isalmy Wa Adillatuh, Cetakan III Daar al fikr
Zuhdi,Masjefuk.
(1996) Masail Diniyah Ijtima’iyah, Jakarta: PT Gunung Agung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar