Senin, 02 Januari 2012

Sektor Pertanian


Pendahuluan
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.

Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.

Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.

Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.

Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan. 

Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.

Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.

Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.
Pembahasan
·        Kontribusi produk
Laju penurunan peran sektor pertanian secara relatif di dalam ekonomi cenderung berasosiasi dengan kombinasi dari tiga hal berikut. Pangsa PDB awal dari sektor-sektor non pertanian yang relatif lebih tinggi dari pada pangsa PDB awal dari pertanian, laju pertumbuhan output pertanian yang relatif rendah , dan laju pertumbuhan output dari sektor-sektor nonpertanian yang relatif tinggi.
Didalam sistem ekonomi terbuka , besar nya kontribusi produk terhadap PDB dari sektor pertanian baik lewat pasar maupun lewat keterkaitan produksi dengan sektor-sektor non pertanian. Misalnya industry manufaktur, juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan sektor itu sendiri dalam menghadapi persaingan dari luar. Dari sisi pasar, kasus Indonesia menunjukkan bahwa pasar domestik didominasi oleh berbagai produk pertanian dari luar negeri, mulai dari beras,buah-buahan,sayuran hingga daging.dari sisi keterkaitan produksi, kasus Indonesia  kayu dan rotan sering mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku di dalam negeri karena komoditi-komoditi tersebut diekspor dengan harga jual dipasar luar negeri jauh lebih mahal dari pada dijual ke industri-industri tersebut.
  • Kontribusi pasar
Negara agraris dengan proporsi populasi pertanian yang besar seperti Indonesia merupakan sumber sangat penting bagi pertumbuhan pasar domestik produk-produk dari sektor-sektor nonpertanian, khusus nya industri manufaktur. Pengeluaran petani untuk produk-produk industri, baik barang konsumer (makanan , pakaian , atau bahan-bahan bangunan, transportasi, mebel, dan peralatan rumah tangga lainnya), maupun barang-barang perantara untuk kegiatan produksi (pupuk, pestisida, alat-alat pertanian) memperlihatkan satu aspek dari kontribusi pasar dari sektor pertanian terhadap pembangunan ekonomi lewat efek nya terhadap pertumbuhan dan diversifikasi sektoral.
Tentu, peranan sektor pertanian lewat kontribusi pasarnya terhadap diversifikasi dan pertumbuhan output sektor-sektor nonpertanian seperti yang dijelaskan diatas sangat tergantung pada dua faktor penting yang dapat dianggap prasyarat. Pertama , dampak dari keterbukaan ekonomi dimana pasar domestik tidak hanya diisi oleh barang-barang buatan dalam negeri, tetapi juga barang-barang impor. Didalam sistem ekonomi tertutup, kebutuhan petani akan barang-barang nonmakanan mau tidak mau harus dipenuhi oleh industri didalam negeri.
Kedua, jenis teknologi yang digunakan di sektor pertanian yang menentukan tinggi rendahnya tingkat mekanisasi atau modernisasi di sektor tersebut. Permintaan terhadap barang-barang produsen buatan industri dari kegiatan-kegiatan pertanian tradisional lebih kecil (Baik dalam jumlah maupun komposisinya menurut jenis barang) dibandingkan permintaan dari sektor pertanian yang sudah modern.
  • Kontribusi faktor-faktor produksi
Ada dua faktor yang dapat dialihkan dari pertanian ke sektor-sektor non pertanian, tanpa harus mengurangi volume produksi (produktivitas) di sektor pertama. Pertama, L: di dalam teori Arthur Lewis dikatakan bahwa pada saat pertanian mengalami surplus L (dimana MP dari penambahan satu L mendekati atau sama dengan nol) yang menyebabkan tingkat produktivitas dan pendapatan riil per L disektor tersebut rendah, akan terjadi transfer L dari pertanian ke industri. Sebagai dampak nya, kapasitas dan volume di produksi di sektor industri meningkat.
Fenomena ini muncul sebagian karena konsumsi komoditi pertanian dari petani telah mencapaitingkat optimumdan sebagian lagi karena suatu kenaikan di dalam permintaan terhadap barang-barang industri dari petani, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan  uang .sangat jelas bahwa suatu kebijakan harga untuk pertanian positif(yang mengakibatkan suatu peningkatan relatif dari harga dari barang-barang pertanian vis a vas harga dari barang-barang industri) dan atau kenaikan output atau dua-duanya akan membuat suatu kenaikan pendapatan petani.sebagian dari kenaikan pendapatan tersebut akan digunakan untuk pengeluaran konsumsi, sisanya merupakan tabungan.
  • Kontribusi Devisa
Kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan devisa adalah lewat peningkatan ekspor (X) dan /atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor (M) atas komoditi-komoditi pertanian.tentu, kontribusi sektor itu terhadap X juga bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan X atau pengurangan M produk-produk berbasis pertanian seperti makanan dan minuman, tekstil, dan produk-produknya, barang-barang dari kulit, ban mobil,obat-obatan, dan lain-lain.
Akan tetapi peran sektor pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk, seperti telah dibahas sebelumnya, kontribusi produk dari sektor pertanian terhadap pasar dan industri domestik bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian diekspor dan atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestik disuplai oleh produk-produk impor. Dalam kata lain , usaha peningkatan X pertanian bisa berakibat negatif terhadap pasokan pasar dalam negeri , atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu faktor penghambat bagi pertumbuhan X pertanian.


B. KINERJA DAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
1. Pertumbuhan output sejak tahun 1970-an
        Mungkin sudah merupakan suatu evolusi alamiah seiring dengan proses industriliazation , dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor sekunder lainnya dan sektor tersier meningkat. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB ini bukan berarti bahwa volume produksi di sektor tersebut berkurang (pertumbuhan negatif) selama periode tersebut, tetapilaju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain. Hal ini bisa terjadi karena secara rata-rata , elastisitas pendapatan dari permintaan terhadap komoditas pertanian lebih kecil daripada elastisitas pendapatan dan permintaan terhadap produk-produk dari sektor-sektor lain seperti barang-barang industri . jadi, dengan peningkatan pendapatan, laju pertumbuhan permintaan terhadap komoditas pertanian lebih kecil daripada terhadap barang-barang industri.
2. pertumbuhan dan diversifikasi ekspor
       Komoditas pertanian Indonesia yang diekspor cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Selama 1993-2001, nilai X total dari komditas-komoditas ini rata-rata pertahun hamper mencapai 3 miliar dollar AS. Diantara komoditi-komditi tersebut, yang paling besar nilai ekspor nya adalah udang dengan rata-rata sedikit diatas 1 miliar dolar AS selama periode yang sama. Udang memang merupakan komoditas perikanan terpenting dalam X hasil perikanan Indonesia. Selain itu, Indonesia juga mengekspor hasil perikanan bukan bahan makanan seperti rumput laut, mutiara, dan ikan hias.
          Semakin tinggi tingkat pembangunan ekonomi (yang terefleksi dengan semakin tingginya pendapatan per kapita), semakin penting peran tidak langsung dari sektor pertanian,yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.

3. kontribusi terhadap kesempatan kerja
       Sudah diduga bahwa disuatu Negara agraris besar seperti Indonesia, dimana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan, sebagian besar dari jumlah angkatan/tenaga kerja (L) bekerja di pertanian.sebagai suatu perbandingan,pada tahun yang sama industri manufaktur hanya mengerjakan sekitar 6 juta orang lebih atau pangsa nya dalam total kesempatan kerja hanya sekitar 10%. Pada tahun 2000, jumlah orang yang bekerja di pertanian bertambah menjadi 40,7 juta orang lebih, namun masih lebih kecil dibandingkan jumlah pekerja di sektor tersebut pada awal tahun 1990-an, yakni sekitar 41 juta orang.
          Kalau dilihat dari pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur selama periode tersebut, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu tren pertumbuhan yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat.perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan apa yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dalam suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang.
Kesimpulan
Kesimpulan Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang sangat berperan, mengingat kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) baik secara nasional maupun regional cukup tinggi. Keberhasilan sektor pertanian itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia. Selain itu, keberhasilan sektor pertanian juga tidak bisa lepas dari kualitas, kuantitas dan kontinyuitas sumber daya alam yang mendukung dan melimpah, seperti air, tanah, dan hutan. Sumber daya alam itu sendiri merupakan segala sesuatu yang berada di bawah maupun diatas bumi yang sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi. Namun apalah jua jika sumber daya alam yang berlimpah tetapi tidak ada keterkaitan fundamental dan pengelolaan kebijakan yang baik.untuk megarahkan ke depan dalam kesungguhan prospek .Peningkatan pendidikan dalam hal ini sungguhlah amat penting untuk mengatasi kekurangan pembalutan pemikiran .generasi muda memang dituntut saat ini,karena dalam pandangnnya mereka itu masih mempunyai ide-ide kreatif yang nantinya akan membangun bangsa dengan hasilnya itu.Rekomendasi Dapat kita ambil jejak dari semua persoalan ini dan rangkum dalam kesesuaian rekomendasi.
a. Pemerintah harus berperan aktif dalam mengatasi menurunnya minat generasi muda perihal mengelola pertanian.
b. Penyesuaian lapangan pekerjaan yang khusus perihal prospek yang didapatkan setelah menguasai pandangan intern terhadap pertanian
c. Memacu generasi muda agar sadar bahwasannya sektor pertanian ini adalah salah satu buday leluhur yang harus diperjuangkan,karena keberdaann ya dapat mengembangkan segala aspek.
Daftar pustaka
http://andriekayani24.blogspot.com/2010/03/makalah-ilmu-budaya-dasar-aktivitas.html

Pembangunan Ekonomi Daerah



Pendahuluan
       Pembangunan ekonomi sejak Pelita I hingga krisis 1997 memang telah member hasil-hasil positif bagi perekonomian Indonesia,terutama jika dilihat dari sisi kinerja ekonomi makronya.tingkat PN rill rata-rata per kapita mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari hanya rata-rata US$ 50 pertengahan 1960-an menjadi lebih dari US$ 1000 pertengahan 1990-an, dan bahkan Indonesia sempat disebut sebagai calon Negara industri di Asia Tenggara, satu tingkat dibawah NICs.namun dilihat dari sisi kualitas nya, ternyata proses pembangunan ekonomi selama Orde Baru telah menciptakan suatu kesenjangan yang besar,baik dalam bentuk ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar kelempok pendapatan maupun kesenjangan ekonomi/pendapatan daerah/provinsi. Pembangunan ekonomi yang tidak merata antar provinsi membuat sebagian masyarakat di banyak daerah di luar pulau jawa seperti aceh, irian jaya(papua), dan riau ingin melepaskan diri dari Indonesia. Bahkan dapat dikatakan bahwa menangnya kelompok prokemerdekaan di Timor Timur tidak lepas dari kekecewaan dari sebagian besar masyarakatnya melihat kenyataan bahwa bergabungnya mereka dengan Indonesia selama Orde Baru tidak menghasilkan pembangunan ekonomi yang berarti di wilayah mereka.
        Ada sejumlah indikator yang dapat digunakan untuk mengananlisis derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi antarprovinsi, diantara nya adalah produk domestik regional bruto(PDRB) perprovinsi atau distribusi provinsi dalam pembentukan PDB nasional, PDRB atau pengeluaran konsumsi rumah tangga rata-rata perkapita, indeks pembangunan manusia(IPM), kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB, dan tingkat kemiskinan.
Pembahasan
a.  DISTRIBUSI PDB NASIONAL MENURUT PROVINSI
Distribusi PDB nasional menurut wilayah atau provinsi merupakan indicator utama di antara indikator-indikator lain yang umum digunakan untuk mengukur darajat penyabaran dari hasil pembangunan ekonomi di suatu Negara.PDRB yang relatif sama antarprovinsi memeberi suatu indikasi bahwa distribusi PDB nasional relatif merata antar provinsi, yang berarti kesenjangan ekonomi antar provinsi relatif kecil.atau dapat dikatakan bahwa semakin besar perbedaan dalam pangsa PDB nasional antarprovinsi, semakin besar ketimpangan dalam pembangunan ekonomi antar provinsi.
Setelah diketahui dari data ternyata bahwa DKI Jakarta yang sama sekali tidak punya SDA memiliki saham PDB nasional jauh lebih besar daripada DI Aceh, Riau, dan Kalimantan timur.satu hal yang pasti sebagai penyebabnya adalah bahwa perekonomian DKI Jakarta jauh lebih produktif dibandingkan perekonomian dari tiga provinsi yang kaya SDA tersebut, karena DKI Jakarta memiliki SDM dan infrastruktur yang jauh lebih banyak dengan kualitas yang jauhlebih baik dibandingkan yang ada ditiga provinsi tersebut.
b.   PDRB RATA-RATA PERKAPITA DAN TREN PERTUMBUHAN NYA
Karena tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan ini umum diukur dengan pendapatan rata-rata perkapita, maka distribusi PDB nasional menurut provinsi menjadi indikator yang tidak berarti dalam mengukur ketimpangan dalam pembangunan ekonomi regional jika tidak dikombinasikan dengan tingkat PDRB rata-rata per-kapita.
Tadjoeddin dkk.(2001) menganalisis ketimpangan regional pada tingkat lebih disagregat dengan memakai data kabupaten/kota tahun 1996. Mereka menemukan bahwa dari jumlah kabupaten/kota yang ada pada tahun itu, ada sejumlah kabupaten/kota yang memiliki PDRB per-kapita yang sangat tinggi yang menjadikan daerah-daerah itu sebagai daerah-daerah kantong(enclave), yang antara lain disebabkan oleh keberadaan migas, atau SDA lainnya. Menurut mereka, dilihat dari sebaran PDRB per-kapita, daerah-daerah kantong ini bisa ditempatkan sebagai data pencicilan (out layers)
Untuk menganalisis keberadaan dan peran dari out layers dalam bentuk pola ketimpangan regional, dilakukan dua langkah pemisahan data. Seperti yang dijelaskan di Tadjoeddin dkk.(2001) sebagai berikut.pertama, nilai minyak dan gas bumi di keluarkan dari PDRB semua kabupaten/kota, dan output pertambangan dikeluarkan dari PDRB kabupaten Fakfak. Setelah itu, angka PDRB per kapita menurut kabupaten kota tersebut diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar. Ternyata, 13 kabupaten/kota teratas memiliki nilai PDRB per kapita yang sangat tinggi. Daerah-daerah ini adalah daerah yang memiliki kekhususan dalam hal karekteristik ekonominya yang bisa digolongkan menjadi daerah kantong industri, perdagangan dan jasa. Oleh karena nya, pada langkah kedua ke 13 kabupaten/kota tersebut dikeluarkan dari analisis.
Kesimpulan
Strategi pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara mengesankan dan mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, perubahan struktur ekonomi ini hanya terjadi pada level nasional, sedangkan pada level daerah secara agregat relatif stagnan, terutama daerah-daerah di laur pulau Jawa. Ini berarti bahwa peranan dan partisipasi daerah dalam pembangunan ekonomi nasional belum optimal.
Untuk meningkatkan peranan dan partisipasi daerah dalam pembangunan ekonomi nasional, tidak ada cara lain selain daripada membangun perekonomian daerah dengan menerapkan Strategi Agroindustri Berorientasi Ekspor di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah pusat perlu memberikan dukungan secara serius dengan menerapkan Strategi Promosi Ekspor Berbasis Agribisnis. Hal ini menuntut adanya penataan ulang kelembagaan yang ada saat ini, yang salah satu diantaranya adalah reorganisasi Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, dan Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi Departemen Agribisnis Pertanian, Departemen Agribisnis Kehutanan, dan Departemen Agribisnis Kelautan dan Perikanan. Jika Strategi Promosi Ekspor Berbasis Agribisnis berjalan dengan baik, maka seluruh daerah akan memberikan konstribusi secara optimal terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi kesenjangan ekonomi antar daerah, mengurangi pengangguran, serta mengurangi tingkat kemiskinan.
Uraian ini menunjukkan betapa pentingnya pengembangan kebijakan serta pembangunan kelembagaan dan kemampuan dalam dan bagi proses pemulihan ekonomi dan untuk menjamin pembangunan ekonomi berkelanjutan. Persoalan ini telah menjadi semakin sulit dan rumit karena proses pemulihan kita ini dilaksanakan dalam suatu era globalisasi yang tidak hanya menyempitkan ruang tetapi juga menyusutkan waktu. Pembangunan kelembagaan dan kemampuan membutuhkan waktu, tetapi kita dituntut untuk meng-akselerasi proses ini agar bisa berpartisipasi dengan sukses dalam ekonomi global. Sementara itu pengembangan kebijakan ekonomi, politik dan sosial yang tepat untuk menghadapi globalisasi juga semakin dipersulit oleh merebahnya gelombang "anti-globalisasi" yang penuh retorika salah kaprah dan kerancuan yang bisa menyesatkan.
Dalam konteks inilah kita dihadapkan pada persoalan membangun ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien. Marilah kita pelajari lebih dahulu bagaimana kita menilai daya saing suatu ekonomi. Daya saing suatu ekonomi tidak dapat dinyatakan oleh ukuran-ukuran parsimonial seperti Revealed Comparative Advantage (RCA) yang berlaku untuk suatu komoditi tertentu dan bersifat ex post. Suatu konsep yang lebih luas perlu dikembangkan, walau pun Paul Krugman bersikeras bahwa konsep competitiveness bukanlah suatu konsep untuk diterapkan pada suatu ekonomi (negara) tetapi lebih tepat bagi perusahaan-perusahaan dalam ekonomi (negara) bersangkutan.
Setiap tahun lembaga seperti World Economic Forum (WEF) dan International Institute for Management Development (IIMD) menerbitkan daftar peringkat daya saing internasional sejumlah negara. Indeks daya saing itu ditetapkan berdasarkan pernilaian atas delapan kelompok karakteristik struktural ekonomi bersangkutan. Kedelapan karakteristik itu adalah: (1) keterbukaan terhadap perdagangan dan keuangan internasional; (2) peran fiskal dan regulasi pemerintah; (3) pembangunan pasar finansial; (4) kualitas infrastruktur; (5) kualitas teknologi; (6) kualitas manajemen bisnis; (7) fleksibilitas pasar tenaga kerja dan pembangunan sumber daya manusia; dan (8) kualitas kelembagaan hukum dan politik. Menurut ukuran ini daya saing ekonomi sebenarnya ditentukan oleh ketiga faktor tadi: kebijakan, kelembagaan dan kemampuan. Pengembangan ketiga faktor ini merupakan kunci bagi pembangunan ekonomi daerah yang kompetitf. Pada akhirnya kekuatan kelembagaan dan kemampuan nasional seharusnya bukanlah yang dicerminkan dengan yang terdapat di Jakarta tetapi dengan yang ada di seluruh Indonesia. Daya saing ekonomi daerah tidak dapat dilihat dalam konteks nasional, yaitu antar ekonomi daerah, tetapi harus dikembangkan dalam konteks internasional. Karena itu tidak dapat dihindari bahwa pembangunan ekonomi daerah harus diselenggarakan dengan pola yang secara tegas berorientasi ke luar.
Dalam tahun-tahun mendatang ini agenda pembangunan ekonomi daerah akan didominasi oleh program desentralisasi dan pengembangan otonomi daerah. Tujuan program ini jauh lebih luas dari pembangunan ekonomi daerah, yaitu untuk meningkatkan rasa keadilan, mengembangkan partisipasi rakyat dan suatu sistim sosial-politik yang demokratis, serta untuk menjaga dan memperkokoh kesatuan bangsa. Pola desentralisasi dan otonomi daerah yang dapat memenuhi semua tujuan itu tidak mudah untuk dirancang. Tujuan-tujuan di atas ingin ditampung dalam UU No 22/1999 dan UU No 25/1999. Dalam berbagai masih terdapat berbagai kerancuan dalam pelaksanaan program ini. Salah satu kerancuan terlihat dari meningkatnya keraguan untuk memberikan otonomi pada daerah Tingkat II.
Pengalihan kewenangan ke Tingkat II menjanjikan pengembangan partisipasi rakyat dalam pembangunan dan pembangunan sistim yang semakin demokratis. Tetapi otonomi di Tingkat II untuk beberapa tahun mendatang, mungkin sampai 10 tahun, belum tentu menjamin terselenggaranya pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien karena pengembangan kebijakan dan pembangunan kelembagaan dan kemampuan di banyak daerah Tingkat II akan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Lemahnya pengembangan kebijakan serta kelembagaan dan kemampuan di daerah sangat tampak dari minimimnya prakarsa di daerah dan usulan-usulan yang datang dari daerah untuk melaksanakan program desentralisasi dan otonomi daerah. Di waktu lalu pembangunan daerah digagaskan dan dilaksanakan terutama oleh pusat. Kini terdapat bahaya bahwa proses desentralisasi juga akan diselenggarakan secara tersentralisasi.
Peranan pusat mungkin akan tetap besar dalam bidang fiskal. Arsitektur fiskal pola lama sangat timpang secara vertikal walaupun cukup seimbang secara horizontal. Dorongan untuk merombak arsitektur ini sangat masuk akal tetapi bila tidak dirancang dengan baik bisa menghasilkan artistektur fiskal yang kurang timpang secara vertikal tetapi penuh dengan ketimpangan secara horizontal. Suatu keseimbangan vertikal dan horizontal merupakan prasyarat bagi terjaganya kesatuan bangsa. Dalam rancangbangun baru peranan pusat untuk menjaga keseimbangan horizontal itu dilakukan melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang mungkin akan tetap besar selama 10 tahun mendatang.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya merupakan salah satu pencerminan kemampuan daerah, tetapi keragaman yang besar dalam kemampuan itu sudah menunjukkan bahwa selain masalah sequencing dalam desentralisasi dan pemberian otonomi juga perlu dirancang pelaksanaan bertahap sesuai kemampuan masing-masing daerah.
Data-data untuk tahun 1996 menunjukkan bahwa secara rata-rata PAD untuk 53 kotamadya mencapai sekitar 22,4% dari total penerimaan sedangkan PAD untuk 232 kabupaten mencapai 10,3%. Suatu pemetaan berdasarkan PDRB per kepala dan PAD sebagai persen dari total penerimaan menunjukkan bahwa dari jumlah kabupaten tersebut hanya 17 kabupaten (4 di luar Jawa dan Bali) mempunyai PAD dan PDRB per kepala di atas rata, sedangkan 103 kabupaten mempunyai PAD dan PDRB per kepala di bawah rata-rata. Untuk ke 53 kotamadya, hanya 8 kotamadya (semua di Jawa dan Bali) yang mempunyai PAD dan PDRB per kepala di atas rata-rata, sedangkan sebanyak 26 atau sekitar 50 persen, berada di bawah rata-rata.
Program desentralisasi dan otonomi daerah merupakan pekerjaan besar dan harus berhasil dengan baik. Melihat keragaman kemampuan maka pelaksanaannya harus didasarkan pada sequencing yang jelas dan penerapan bertahap menurut kemampuan daerah. Dalam proses pemulihan ekonomi nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan memadai akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Maka sangat mungkin diperlukan suatu kesepakatan baru. Proses desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi adalah pengembangan kelembagaan dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan kebijakan, pada tingkat daerah -- khususnya daerah Tingkat II. Ini merupakan kerja nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan terutama di daerah. Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien.


Daftar pustaka

Neraca Pembayaran


Pendahuluan
Neraca pembayaran (BOP) adalah catatan sistematis dari semua transaksi ekonomi internasional (perdagangan,investasi,pinjaman,dan sebagainya)yang terjadi antara penduduk dalam negeri suatu Negara dengan penduduk luar negeri selama jangka waktu tertentu(biasanya satu tahun) dan biasanya dinyatakan dalam dolar AS.oleh karena itu,BOP sangat berguna karena menunujukan tranuktur dan komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan internasional dari suatu Negara. Lembaga lembaga keuangan internasional seperti IMF,Bank Dunia, dan Negara-negara donor juga menggunakan BOP sebagai salah satu indicator dalam memepertimbangkan pemberian bantuan keuangan kepada suatu Negara.selain itu, BOP juga merupakan salah satu indicator fundamental ekonomi dari suatu Negara di samping variabel-variabel ekonomi makro lainnya,seperti laju pertumbuhan PDB,tingkat pendapatan per kapita, inflasi, suku bunga, dan nilai tukar mata uang domestik.
BOP terdiri atas tiga saldo, yakni saldo neraca transaksi berjalan (TB), saldo neraca modal (CA), dan saldo neraca moneter (MA). Saldo TB adalah jumlah saldo dari neraca perdagangan (NP) yang mencatat ekspor (X) dan impor (M) barang; neraca jasa (NJ),yang mencatat X dan M jasa termasuk pendapatan/pembayaran royalty dan bunga deposito, transfer keuntungan bagi investor asing, pembayaran bunga cicilan utang luar negeri (ULN ), dan kiriman uang masuk dari tenaga kerja Indonesia (TKI) dan transaksi sepihak, yakni mencatat transaksi keuangan internasional sepihak atau tanpa melakukan kegiatan tertentu sebagai kompensasi dari pihak penerima .
CA adalah neraca yang mencatat arus modal (K) jangka pendek dan jangka panjangmasuk dan keluar, yang terdiri atas K pemerintah neto dan lalu lintas K swasta neto. K pemerintah neto adalah selisih antara pinjaman baru yang didapat dari luar negeri dan pelunasan utang pokok dari pinjaman yang didapat pada periode sebelumnya yang sudah jatuh tempo. Lalu lintas K swasta neto adalah selisih antara dan investasi (I) yang masuk, pinjaman swasta dari luar negeri, dan pelunasan utang pokok swasta dan dana I ke luar negeri. Dana I terdiri dari dua macam yaitu I langsung atau disebut juga I jangka panjang atau dikenal dengan  sebutan penanaman modal asing (PMA) ; dan I tidak langsung atau I jangka pendek atau dikenal dengan sebutan investasi portofolio(IP).berbeda dengan cara pencatatan pada TB,dalam CA,M modal atau arus K masuk dianggap sebagai keuntungan bagi Negara bersangkutan, oleh sebab itu dicatat sebagai transaksi kredit(positif).sedangkan arus K keluar(kerugian) dicatat sebagai transaksi debit (negatif).
MA atau disebut juga ‘lalu lintas moneter’ adalah neraca yang mencatat perubahan cadangan devisa (CD) berdasarkan transaksi arus devisa yang masuk ked an keluar dari suatu Negara dalam suatu periode tertentu yang dicatat oleh bank sentral nya (dalam kasus Indonesia: bank Indonesia). Sedangkan perubahan CD atau saldo devisa yang diperoleh dari penjumlahan saldo TB dan saldo CA, jadi bukan CD yang dicatat secara resmi, disebut neraca cadangan (RA). Relasi antara BOP dan CD atau RA dapat disederhanakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
CD=BOP=TB+CA
Selisih perhitungan antara RA dan MA disebut eror & omission (e&o) karena antara keseluruhan saldo BOP (overall balance) harus nol (debit=kredit), maka MA berfungsi sebagai pos pengimbang agar selisih antara RA dan e&o sama dengan 0. Oleh karena itu, didalam MA tanda (+) berarti defisit (CD berkurang) dan tanda (-) artinya surplus (CD bertambah)